Retno Listyarti, Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menuturkan,pada tahun 2004, Kemendikbud pernah melakukan pemetaan kualitas guru, sehingga UKG dianggap tidak perlu dilakukan.
"Dimana data itu? Apa yang dipetakan saat itu? Apa hasilnya? Kami para guru yang diuji tidak pernah menerima hasilnya," tukas Retno.
Sekarang, lanjut Retno, pada tahun 2012 kembali diadakan ujian pemetaan untuk guru bersertifikat. Hasil pemetaan nantinya akan menentukan berapa banyak seorang guru akan di training untuk meningkatkan kualitasnya.
"Padahal kualitas guru tidak bisa dibangun dengan model ujian pilihan ganda semacam UKG. Setelah training tidak akan membuat guru tiba-tiba berubah dan otomatis meningkat kualitasnya," jelas Retno.
Menurut Retno, yang lebih penting adalah menjaga dan membangun kualitas guru melalui mekanisme supervisi oleh Kepala Sekolah dan pembinaan guru oleh pengawas sekolah yang dilaksanakan secara terus-menerus dan berkelanjutan.
"Kualitas harus dibangun bersama, tidak bisa dibangun oleh si guru itu sendiri," tandas Retno.
Guntur Ismail, Presidium FSGI juga menyatakan hal yang sama. Dikatakan, pada saat para guru mengikuti uji sertifikasi, maka saat itu para guru diuji keempat kompetensi, dan dinyatakan lulus.
Hasil uji sertifikasi tersebut, lanjut Guntur, semestinya merupakan data yang dapat dijadikan pemetaan oleh Kemendikbud.
"Datanya valid karena kami diuji secara holistik bahkan dengan praktik kelas. Jika setelah dinyatakan lulus sertifikasi kemudian kami diragukan kelulusannya maka siapa yang sebenarnya salah dalam hal ini?" Guntur mempertanyakan.
"Kalaupun ada guru yang sudah disertifikasi namun rendah kompetensinya maka penanganannya bukan dengan UKG dan training. Kualitas harus dibangun sistem," Guntur mengingatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar